Rabu, 04 September 2013

Gak Perlu Ragu (PART I)

dan setelah sekian bulan pasca peristiwa menyakitkan itu, hari ini detik ini aku beranikan diriku, aku bener2 niatkan dalam hati untuk membagikan kisah hidupku yang selama ini belum aku torehkan lewat sebuah tulisan. lewat beberapa paragraf di sebuah implementasi teknologi maya.  ya seperti janjikan dulu. tiga tahun lalu, tepat saat aku sedang mengenyam ilmu dibangku Sekolah Menengah Atas Darul Ulum 1 Jombang. aku dulu pernah berjanji, insyaAllah ntar kalok udah lulus dan ketrima di PTK (Perguruan Tinggi Kedinasan) "itu" aku share gimana aku berjuang buat ngedapetin semuanya. Absolutely this one is a nice way. 

Namun, cerita lain lah yang timbul. cerita atau kisah lain yang kini sedang aku jalani. Nyata, setiap hari aku lakuin. cuman entah gak tau kenapa. like something wrong happened. Dan aku dibingungkan oleh perasaan itu. hingga aku berfikir, "ADA APA DENGAN AKU INI".

THIS IS MY STORY >>>
3 years ago, tepatnya pas aku lagi kelas 1 SMA, ada berbagai kecamuk dihatiku. Itu masa dimana hatiku mengakui segala minusnya kelakuan tingkat sekolah menengah pertamaku. gimana aku yang dulu gak deket dengan Sang Pencipta. aku sholat 5 waktu, tapi rasa memiliki Rab dengan 99 Asmaul Husna itu hampir2 tidak ada. parahnya puasa sunnah dalam islam, puasa senin kamis dengan sejuta kemanfaatan dan keberkahan, hati ini menolak. aku hanya berfikir sebatas otak. tak pernah memikirkanya dengan akal yang aku punya. kemudian aku merenung. apa bedanya aku dengan hewan. apa bedanya aku dengan mereka yang hidupnya memilih untuk berkomunis.

hingga suatu ketika, nasehat ibuku untuk mencoba melanjutkan belajar di sebuah pondok pesantren. entah kenapa  tanpa berfikir dua atau tiga kali. aku langsung mengiyakan. padahal selama aku duduk dibangku sekolah menengah pertama, aku paling gak suka sama anak pesantren. mindstreem ku, : mereka kuno, mereka gak berpendidikan, mereka gak pernah bisa up date segalanya yang baru di bumi ini, hanya ngaji kerjaanya. bad thingking itu seperti hilang, gak tau kemana dia pergi. hingga akhirnya aku memutuskan untuk memilih salah satu ponpes ( pondok pesantren) di Jombang. Pondok Pesantren DARUL ULUM. 



Darul Ulum, lumbung ilmu artinya. dengan jargonya. "Berotak London, Berakhlaq Masjidil Haram". Disinilah aku menemukan jati diriku yang sebenarnya. Siapakah aku, darimanakah aku, bagaimana seharusnya aku, dan kemanakah aku nanti. dan semua pertanyaan itu terjawab di Darul Ulum. bukan lewat sebuah teori,yang menjelaskan bagaimana 1 + 1 = 2. tapi lewat sebuah proses, lewat sebuah waktu. dimana dengan sendirinya aku mengerti. dimana dengan sendirinya hati ini seperti terobati dari penyakit ganas. hati yang dulunya keras dan panas, berubah menjadi lunak dan terasa sejuk. aku belajar dari apa yang aku lihat. dan hingga aku memahamibetapa HIKMAH itu sebenarnya setiap hari ada dari hal sekecil apapun. Namun permasalahnya BISAKAH KITA MERASAKANYA?. contoh kecil : pulang sekolah ngeliat tukang becak  tidur diatas becaknya. siang hari bolong, panas, gak pernah malu. Miris gak sih? simple aja mikirnya. gimana kalok sekarang semua diputar. posisinya kita jadi tukang becak itu. Bo'ong banget kalo kita bilang ALLAH GAK ADIL. QS Ar Rahman " Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?". pada dasarnya semua orang itu beruntung, hanya saja masalahnya. seberapa besar hati itu bisa peka dengan segala kejadian yang dengan mudahnya mata mengobservasi segala objek kehidupan. Darul Ulum lah yang mengubah semua kehidupan kelamku. kehidupan yang gak pernah merasa aku bahagia. gak pernah tahu kemanakah seharusnya aku melabuh. jadi buang jauh2 kalau anda berfikir anak pondok pesantren itu gak pernah bisa berkembang dan ketinggalan zaman. malah seharusnya yang bilang itulah yang kroscek, sudah luruskah hidupnya. Buktinya prestasi anak pondok pesantren banyak yang sudah mencapai ranah internasional. sebuah pesantren membekali hidup agar tak pernah merasa sendiri dengan seberapa besarpun masalah yang sedang terjadi. karena Innallaha Ma'ana. 

Dan disinilah aku mulai mencari dan merajut mimpi. Hingga aku memutuskan untuk memilih Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS). STIS jadi mimpi besarku setiap hari. sasaran tembak yang setiap hari aku menyusun rencana. bagaimana caranya peluruku berlabuh di kampus itu. saat semua pertanyaa berkecamuk : kenapa harus memilih STIS kalok ingin menjadi seorang Statistisi (sebutan orang yang bergulat didunia statistik). diantara deretan PTK yang aku cari lewat Google. hatiku memilih STIS. mengapa? selain memang karena sekolah gratis, tiap bulan dapet tujangan ikatan dinas. lulus langsung jadi PNS golongan IIIA, langsung ada tempat yang menampung. terlepas dari itu semua. ada hal mendasar yang membuat hatiku memilih STIS. karena karakter para mahasiswa yang ada di stis semuanya RELIGIUS. entah beragama islam ataupun non- islam, mereka semua berbeda dimataku. karena yang aku pertaruhkan untuk masa depanku bukan hanya sekedar harta, tapi kedekatanku dengan Sang Pencipta. aku merasa sangat takut kehilangan hal itu.  itulah yang mendasariku untuk bisa bergabung dengan mereka. karena stis *salah satunya semangatku untuk belajar setiap hari gak pernah padam. hingga sekecil apapun berita tentang stis aku tahu. dari siapa yang meninggal, lagi apa disana. aku tahu. stis bukan hanya mimpiku, tapi mimpi kedua orang tuaku. dan karena kebahagiaan orang tualah aku berjuang untuk mendapatkan STIS. mulai dari membagi waktu belaja untuk sekolah, oganisasi, dan USM STIS. dan aku akhirnya memilih waktu ba'da tahajud untuk belajar segala jenis soal2 USM stis. disepertiga malam itulah aku memahami. disaat yang lain masih tertidur pulas aku membolak - balk kertas yang hampir kumel. gimana aku harus berjuang untuk mempelajari Grammer Bhs. Inggris. rasa jenuh yang datang tiap kali belajar aku hapus dengan teriakan dalam hati "MAN JADDA WAJADA, INGET MIMPIMU, ADA BIRU DIUJUNG PELANGI !!" dengan mudahnya semangat itu kembali membara bak percikan api yang disiram minyak tanah. hampir juga aku tak pernah meninggal sunah2 Islam yang lain. Because of the happiness of my parrents. 

*Bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Rabu, 04 September 2013

Gak Perlu Ragu (PART I)

dan setelah sekian bulan pasca peristiwa menyakitkan itu, hari ini detik ini aku beranikan diriku, aku bener2 niatkan dalam hati untuk membagikan kisah hidupku yang selama ini belum aku torehkan lewat sebuah tulisan. lewat beberapa paragraf di sebuah implementasi teknologi maya.  ya seperti janjikan dulu. tiga tahun lalu, tepat saat aku sedang mengenyam ilmu dibangku Sekolah Menengah Atas Darul Ulum 1 Jombang. aku dulu pernah berjanji, insyaAllah ntar kalok udah lulus dan ketrima di PTK (Perguruan Tinggi Kedinasan) "itu" aku share gimana aku berjuang buat ngedapetin semuanya. Absolutely this one is a nice way. 

Namun, cerita lain lah yang timbul. cerita atau kisah lain yang kini sedang aku jalani. Nyata, setiap hari aku lakuin. cuman entah gak tau kenapa. like something wrong happened. Dan aku dibingungkan oleh perasaan itu. hingga aku berfikir, "ADA APA DENGAN AKU INI".

THIS IS MY STORY >>>
3 years ago, tepatnya pas aku lagi kelas 1 SMA, ada berbagai kecamuk dihatiku. Itu masa dimana hatiku mengakui segala minusnya kelakuan tingkat sekolah menengah pertamaku. gimana aku yang dulu gak deket dengan Sang Pencipta. aku sholat 5 waktu, tapi rasa memiliki Rab dengan 99 Asmaul Husna itu hampir2 tidak ada. parahnya puasa sunnah dalam islam, puasa senin kamis dengan sejuta kemanfaatan dan keberkahan, hati ini menolak. aku hanya berfikir sebatas otak. tak pernah memikirkanya dengan akal yang aku punya. kemudian aku merenung. apa bedanya aku dengan hewan. apa bedanya aku dengan mereka yang hidupnya memilih untuk berkomunis.

hingga suatu ketika, nasehat ibuku untuk mencoba melanjutkan belajar di sebuah pondok pesantren. entah kenapa  tanpa berfikir dua atau tiga kali. aku langsung mengiyakan. padahal selama aku duduk dibangku sekolah menengah pertama, aku paling gak suka sama anak pesantren. mindstreem ku, : mereka kuno, mereka gak berpendidikan, mereka gak pernah bisa up date segalanya yang baru di bumi ini, hanya ngaji kerjaanya. bad thingking itu seperti hilang, gak tau kemana dia pergi. hingga akhirnya aku memutuskan untuk memilih salah satu ponpes ( pondok pesantren) di Jombang. Pondok Pesantren DARUL ULUM. 



Darul Ulum, lumbung ilmu artinya. dengan jargonya. "Berotak London, Berakhlaq Masjidil Haram". Disinilah aku menemukan jati diriku yang sebenarnya. Siapakah aku, darimanakah aku, bagaimana seharusnya aku, dan kemanakah aku nanti. dan semua pertanyaan itu terjawab di Darul Ulum. bukan lewat sebuah teori,yang menjelaskan bagaimana 1 + 1 = 2. tapi lewat sebuah proses, lewat sebuah waktu. dimana dengan sendirinya aku mengerti. dimana dengan sendirinya hati ini seperti terobati dari penyakit ganas. hati yang dulunya keras dan panas, berubah menjadi lunak dan terasa sejuk. aku belajar dari apa yang aku lihat. dan hingga aku memahamibetapa HIKMAH itu sebenarnya setiap hari ada dari hal sekecil apapun. Namun permasalahnya BISAKAH KITA MERASAKANYA?. contoh kecil : pulang sekolah ngeliat tukang becak  tidur diatas becaknya. siang hari bolong, panas, gak pernah malu. Miris gak sih? simple aja mikirnya. gimana kalok sekarang semua diputar. posisinya kita jadi tukang becak itu. Bo'ong banget kalo kita bilang ALLAH GAK ADIL. QS Ar Rahman " Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?". pada dasarnya semua orang itu beruntung, hanya saja masalahnya. seberapa besar hati itu bisa peka dengan segala kejadian yang dengan mudahnya mata mengobservasi segala objek kehidupan. Darul Ulum lah yang mengubah semua kehidupan kelamku. kehidupan yang gak pernah merasa aku bahagia. gak pernah tahu kemanakah seharusnya aku melabuh. jadi buang jauh2 kalau anda berfikir anak pondok pesantren itu gak pernah bisa berkembang dan ketinggalan zaman. malah seharusnya yang bilang itulah yang kroscek, sudah luruskah hidupnya. Buktinya prestasi anak pondok pesantren banyak yang sudah mencapai ranah internasional. sebuah pesantren membekali hidup agar tak pernah merasa sendiri dengan seberapa besarpun masalah yang sedang terjadi. karena Innallaha Ma'ana. 

Dan disinilah aku mulai mencari dan merajut mimpi. Hingga aku memutuskan untuk memilih Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS). STIS jadi mimpi besarku setiap hari. sasaran tembak yang setiap hari aku menyusun rencana. bagaimana caranya peluruku berlabuh di kampus itu. saat semua pertanyaa berkecamuk : kenapa harus memilih STIS kalok ingin menjadi seorang Statistisi (sebutan orang yang bergulat didunia statistik). diantara deretan PTK yang aku cari lewat Google. hatiku memilih STIS. mengapa? selain memang karena sekolah gratis, tiap bulan dapet tujangan ikatan dinas. lulus langsung jadi PNS golongan IIIA, langsung ada tempat yang menampung. terlepas dari itu semua. ada hal mendasar yang membuat hatiku memilih STIS. karena karakter para mahasiswa yang ada di stis semuanya RELIGIUS. entah beragama islam ataupun non- islam, mereka semua berbeda dimataku. karena yang aku pertaruhkan untuk masa depanku bukan hanya sekedar harta, tapi kedekatanku dengan Sang Pencipta. aku merasa sangat takut kehilangan hal itu.  itulah yang mendasariku untuk bisa bergabung dengan mereka. karena stis *salah satunya semangatku untuk belajar setiap hari gak pernah padam. hingga sekecil apapun berita tentang stis aku tahu. dari siapa yang meninggal, lagi apa disana. aku tahu. stis bukan hanya mimpiku, tapi mimpi kedua orang tuaku. dan karena kebahagiaan orang tualah aku berjuang untuk mendapatkan STIS. mulai dari membagi waktu belaja untuk sekolah, oganisasi, dan USM STIS. dan aku akhirnya memilih waktu ba'da tahajud untuk belajar segala jenis soal2 USM stis. disepertiga malam itulah aku memahami. disaat yang lain masih tertidur pulas aku membolak - balk kertas yang hampir kumel. gimana aku harus berjuang untuk mempelajari Grammer Bhs. Inggris. rasa jenuh yang datang tiap kali belajar aku hapus dengan teriakan dalam hati "MAN JADDA WAJADA, INGET MIMPIMU, ADA BIRU DIUJUNG PELANGI !!" dengan mudahnya semangat itu kembali membara bak percikan api yang disiram minyak tanah. hampir juga aku tak pernah meninggal sunah2 Islam yang lain. Because of the happiness of my parrents. 

*Bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar