Jumat, 01 November 2013

PEMUDA KINI


             Pemuda sejatinya adalah penerus bangsa . Pengganti tahta kenegaraan, pemimpin dalam segala aspek kehidupan untuk beberapa tahun kedepan. Sebagai presiden, mentri, gubernur, bupati, kepala desa atau bahkan kepala keluarga. Menjadi seorang kepala keluarga bukan menjadi sesuatu hal yang luar biasa. Bukan se- wah presiden dan jajaranya yang setiap saat tersorot kamera media massa. Namun dari sosok pemimpin keluarga itulah kontribusi terbesar kesejahteraan negeri ini bertumpu. Karena objek dari segala rencana pemimpin pusat adalah setiap jiwa yang ada didalam keluarga.  Semua pastinya akan beregenerasi dengan segala SDM yang dibawa dan dimiliki. Dan mari kita membuka mata dan sejenak berfikir kedepan setelah melihat bagaimana pemuda – pemuda masa kini. Mungkin mereka adalah saudara, teman, adik, cucu atau bahkan kita sendiri.

Bagaimana kacamata Anda melihat pemuda di masa kini?. Kalimat pertama yang terbesit difikiran mungkin ”Ada apa dengan moral mereka, sang penerus bangsa?”. Degradasi moral lebih tepatnya. Moral berkaitan erat dengan etika, perilaku, keadaan hati dan jiwa mereka. Apakah hati dan jiwa mereka sedang “sehat” ataukah “sakit”?. Moral yang sekarang tengah dibawa disetiap jutaan pemuda negri ini pastinya berorientasi kepada apa yang mereka lakukan. Hal – hal apa yang menjadi prioritas mereka dari sekian banyak pilihan “aturan” hidup dimasa muda mereka. Kemanakah hati yang mereka miliki menuntun untuk menentukan arah melangkah. Mudah saja sebenarnya bagaimana cara melihatnya. Kalau hati mereka sedang “sehat” ke hal – hal positiflah mereka berlari, dan sebaliknya ketika hati mereka sedang “sakit”. Dan bagaimana fakta di lapangan?. Pasti kita mengerti, karena hal positif dan negatif tidak bersifat relatif.  

Pemuda dengan jiwa yang  “sehat” dimasa kini menjadi sosok kaum marginal. Mereka yang “sehat” tertutupi oleh mereka yang “sakit” yang kini bercokol menjadi kaum mayoritas. Tak heran jika masyarakat pada umumnya menilai dengan segala fikiran – fikiran negatif, jika disodorkan pertanyaan “bagaimana pemuda Indonesia saat ini?”.  Anarkis, individualis, frontal, sex bebas, foya – foya, dan segala kecaman negative lainya. Memang benar semua itu bisa terlihat jelas. Tak perlu lagi melakukan penelitian ilmiah untuk melihatnya, cukup dengan “melirik”  suguhan - suguhan berita media massa. Mulai dari televisi, koran,  majalah, dan apalah yang sekaum dengan mereka.  Itu lebih dari sekadar kata cukup. Mengapa hal itu bisa terjadi?. Pertanyaan inilah yang sering muncul, dan hanya muncul tapi enggan berfikir dan bertindak untuk menemukan titik penyelesaian.

Coba kita fokuskan sorot kembali ke degradasi moral. Gambaran awalnya, bagaimana keadaan  tubuh seseorang jika kekurangan asupan gizi dan nutrisi. Sakit dan abnormal, mungkin itu jawaban terbanyak yang akan terlontarkan. Ada sistem yang seharusnya berfungsi dengan baik menjadi kurang optimal bekerjanya, atau malah sama sekali tidak berfungsi. Kaku dan tidak bisa digerakkan. Terus apa bedanya dengan robot yang hanya bisa digerakkan orang lain. Dan cobalah gambaran tubuh di atas kita orientasikan kedalam keadaan hati setiap individu. Jangan lupa bahwa hati lebih dari sekadar kata tubuh. Karena hatilah sejatinya yang menjalankan tubuh, bahkan juga otak yang sering kita gunakan untuk berfikir.

Yah, nutrisi dan gizi untuk hati dimasa kini tak lagi diperdulikan. Hanya ilmu – ilmu duniawi yang menjadi prioritas mereka yang menjadi kaum mayoritas. Mereka mengukur masa depan hanya sebatas sampai bagaimana aku setelah lulus pendidikan, bukan bagaimana aku setelah kematian waktunya tiba merenggut. Itu masih mending mau berfikir untuk masa depan keduniaan mereka. Kalau kita lihat sekarang, malah banyak pemuda yang enggan memikirkan masa depan jangka pendek apalagi jangka panjang. Ini masih pemuda yang beruntung bisa mengenyam bangku pendidikan formal, bagaimana yang tidak? Kemanakah mereka melangkahkan kaki muda dan kokoh itu?. Bagaimana keadaan pemuda mayoritas yang tidak bisa bersekolah.

Mencoba menarik kembali benang merah dari kata MORAL. Coba saja moral mereka sehat, pasti tak akan tergoda dengan hal – hal seperti itu. Coba saja mereka tidak terfokuskan hanya pada satu titik yang namanya kebahagiaan dunia. Terlepas dari memihak pilihan beragama setiap individu pemuda Indonesia. Entah pemuda itu muslim atau non muslim. Setiap agama pasti mengajarkan kebaikan. Nah, nutrisi dan gizi terbesar untuk hati itu sebenarnya terletak dalam aturan – aturan yang ada didalam setiap agama yang telah menjadi pilihan, pasti. Contohnya dalam Islam, sebenarnya semua masalah – masalah yang terjadi dalam setiap jiwa muslim , solusinya ada dalam Al – Qur’an kitab agama Islam. Agama menyelesaikan semua masalah dengan titik pertama yang dituju pasti “Hati”. Dan begitu pula dengan agama lain. Hanya caranya saja yang berbeda.

Semakin miris ketika melihat fakta yang terjadi di kampus tercinta, mungkin juga di kampus – kampus lain. Mata kuliah Pendidikan Agama hanya ada pada tingkat satu perkuliahan, atau hanya ada di semester 1 dan semester 2 dari delapan semester yang akan dihadapi. Nah, sisa enam semester ini adalah masa yang sebenarnya sangat krusial. Semakin besar beban yang akan di emban, semakin pelik permasalahan yang akan dihadapi. Kekosongan nutrisi ini siapa yang mengisi?. Iya buat mereka yang peka hatinya pasti lari kesana- sini untuk mencari tempat dimana nutrisi dan gizi hati masih bisa terpenuhi. Nah yang tidak bagaimana?. Pertanyaan yang mudah jawabanya, “lebih banyak yang mana? Mecari atau diam dengan seribu bahasa?”.

Sedikit dari yang penulis rasakan. Mengapa diperkuliahan sangat minim mendapatkan motivasi, dorongan, nasehat, wejangan – wejangan dari para dosen. Oke, mungkin dosen menganggap sudah tak perlu lagi diberi hal yang semacam itu, dengan alasan kata “Mahasiswa” yang disandang. Padahal mahasiswa adalah masa peralihan untuk lebih dekat dengan bagaimana merasakan kehidupan yang lebih nyata. Dorongan, motivasi, dan nasehat itu masih perlu disisipkan, mungkin memang kuantitasnya dikurangi, tak sebanyak masa remaja. Karena mahasiswa juga bagian dari pemuda penerus bangsa yang moral mereka harus diluruskan atau bahkan diperbaiki.

Bagaimanakah seharusnya pemuda kini mengorientasikan cara berfikir mereka?. Seharusnya pemuda sekarang memadukan ilmu agama yang penuh dengan nutrisi moral yang baik dengan ilmu dunia untuk mencapai segala obsesi – obsesi dunia mereka. Keseimbangan akan terpenuhi saat moral sehat mendukung ilmu keduniaan yang tengah diemban. Perilaku – perilakunya pun juga pasti berbeda. Tak akan pernah ada lagi kata individualis, anarkis, sex bebas, foya – foya. Yang ada hanya kata kebahagiaan bersama. Semua saling memiiki, saling membantu, dan  gotong royong. Seperti tujuan yang ada dalam pembukaan UUD 45 dan pancasila sebagai dasar Negara. Pemuda seperti itulah yang seharusnya ada. Karena pemuda kini pasti akan menjadi pemimpin Negara Indonesia dimasa datang. Dan kesejahteraan Negara Indonesia dimasa datang ada ditangan pemuda di masa kini. Itu bukan beban tapi itu tanggung jawab seorang Pemuda masa kini. 

Untuk para pemuda negeri yang kaya ini, berperilakulah layaknya seorang pemuda dengan jiwa nasionalis yang selalu terbakar. Orientasikan segala apa yang tengah diemban sekarang hanya untuk negeri tercinta Indonesia. Negeri ini butuh sosok pemimpin yang moral hatinya terpenuhi nutrisi dan gizinya. Jayalah pemuda Indonesia dan jayalah negriku Indonesia.


Oleh :
Febriarum Rohmatul Hasanah
NRP : 13.04.016
1F STKS BANDUNG





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jumat, 01 November 2013

PEMUDA KINI


             Pemuda sejatinya adalah penerus bangsa . Pengganti tahta kenegaraan, pemimpin dalam segala aspek kehidupan untuk beberapa tahun kedepan. Sebagai presiden, mentri, gubernur, bupati, kepala desa atau bahkan kepala keluarga. Menjadi seorang kepala keluarga bukan menjadi sesuatu hal yang luar biasa. Bukan se- wah presiden dan jajaranya yang setiap saat tersorot kamera media massa. Namun dari sosok pemimpin keluarga itulah kontribusi terbesar kesejahteraan negeri ini bertumpu. Karena objek dari segala rencana pemimpin pusat adalah setiap jiwa yang ada didalam keluarga.  Semua pastinya akan beregenerasi dengan segala SDM yang dibawa dan dimiliki. Dan mari kita membuka mata dan sejenak berfikir kedepan setelah melihat bagaimana pemuda – pemuda masa kini. Mungkin mereka adalah saudara, teman, adik, cucu atau bahkan kita sendiri.

Bagaimana kacamata Anda melihat pemuda di masa kini?. Kalimat pertama yang terbesit difikiran mungkin ”Ada apa dengan moral mereka, sang penerus bangsa?”. Degradasi moral lebih tepatnya. Moral berkaitan erat dengan etika, perilaku, keadaan hati dan jiwa mereka. Apakah hati dan jiwa mereka sedang “sehat” ataukah “sakit”?. Moral yang sekarang tengah dibawa disetiap jutaan pemuda negri ini pastinya berorientasi kepada apa yang mereka lakukan. Hal – hal apa yang menjadi prioritas mereka dari sekian banyak pilihan “aturan” hidup dimasa muda mereka. Kemanakah hati yang mereka miliki menuntun untuk menentukan arah melangkah. Mudah saja sebenarnya bagaimana cara melihatnya. Kalau hati mereka sedang “sehat” ke hal – hal positiflah mereka berlari, dan sebaliknya ketika hati mereka sedang “sakit”. Dan bagaimana fakta di lapangan?. Pasti kita mengerti, karena hal positif dan negatif tidak bersifat relatif.  

Pemuda dengan jiwa yang  “sehat” dimasa kini menjadi sosok kaum marginal. Mereka yang “sehat” tertutupi oleh mereka yang “sakit” yang kini bercokol menjadi kaum mayoritas. Tak heran jika masyarakat pada umumnya menilai dengan segala fikiran – fikiran negatif, jika disodorkan pertanyaan “bagaimana pemuda Indonesia saat ini?”.  Anarkis, individualis, frontal, sex bebas, foya – foya, dan segala kecaman negative lainya. Memang benar semua itu bisa terlihat jelas. Tak perlu lagi melakukan penelitian ilmiah untuk melihatnya, cukup dengan “melirik”  suguhan - suguhan berita media massa. Mulai dari televisi, koran,  majalah, dan apalah yang sekaum dengan mereka.  Itu lebih dari sekadar kata cukup. Mengapa hal itu bisa terjadi?. Pertanyaan inilah yang sering muncul, dan hanya muncul tapi enggan berfikir dan bertindak untuk menemukan titik penyelesaian.

Coba kita fokuskan sorot kembali ke degradasi moral. Gambaran awalnya, bagaimana keadaan  tubuh seseorang jika kekurangan asupan gizi dan nutrisi. Sakit dan abnormal, mungkin itu jawaban terbanyak yang akan terlontarkan. Ada sistem yang seharusnya berfungsi dengan baik menjadi kurang optimal bekerjanya, atau malah sama sekali tidak berfungsi. Kaku dan tidak bisa digerakkan. Terus apa bedanya dengan robot yang hanya bisa digerakkan orang lain. Dan cobalah gambaran tubuh di atas kita orientasikan kedalam keadaan hati setiap individu. Jangan lupa bahwa hati lebih dari sekadar kata tubuh. Karena hatilah sejatinya yang menjalankan tubuh, bahkan juga otak yang sering kita gunakan untuk berfikir.

Yah, nutrisi dan gizi untuk hati dimasa kini tak lagi diperdulikan. Hanya ilmu – ilmu duniawi yang menjadi prioritas mereka yang menjadi kaum mayoritas. Mereka mengukur masa depan hanya sebatas sampai bagaimana aku setelah lulus pendidikan, bukan bagaimana aku setelah kematian waktunya tiba merenggut. Itu masih mending mau berfikir untuk masa depan keduniaan mereka. Kalau kita lihat sekarang, malah banyak pemuda yang enggan memikirkan masa depan jangka pendek apalagi jangka panjang. Ini masih pemuda yang beruntung bisa mengenyam bangku pendidikan formal, bagaimana yang tidak? Kemanakah mereka melangkahkan kaki muda dan kokoh itu?. Bagaimana keadaan pemuda mayoritas yang tidak bisa bersekolah.

Mencoba menarik kembali benang merah dari kata MORAL. Coba saja moral mereka sehat, pasti tak akan tergoda dengan hal – hal seperti itu. Coba saja mereka tidak terfokuskan hanya pada satu titik yang namanya kebahagiaan dunia. Terlepas dari memihak pilihan beragama setiap individu pemuda Indonesia. Entah pemuda itu muslim atau non muslim. Setiap agama pasti mengajarkan kebaikan. Nah, nutrisi dan gizi terbesar untuk hati itu sebenarnya terletak dalam aturan – aturan yang ada didalam setiap agama yang telah menjadi pilihan, pasti. Contohnya dalam Islam, sebenarnya semua masalah – masalah yang terjadi dalam setiap jiwa muslim , solusinya ada dalam Al – Qur’an kitab agama Islam. Agama menyelesaikan semua masalah dengan titik pertama yang dituju pasti “Hati”. Dan begitu pula dengan agama lain. Hanya caranya saja yang berbeda.

Semakin miris ketika melihat fakta yang terjadi di kampus tercinta, mungkin juga di kampus – kampus lain. Mata kuliah Pendidikan Agama hanya ada pada tingkat satu perkuliahan, atau hanya ada di semester 1 dan semester 2 dari delapan semester yang akan dihadapi. Nah, sisa enam semester ini adalah masa yang sebenarnya sangat krusial. Semakin besar beban yang akan di emban, semakin pelik permasalahan yang akan dihadapi. Kekosongan nutrisi ini siapa yang mengisi?. Iya buat mereka yang peka hatinya pasti lari kesana- sini untuk mencari tempat dimana nutrisi dan gizi hati masih bisa terpenuhi. Nah yang tidak bagaimana?. Pertanyaan yang mudah jawabanya, “lebih banyak yang mana? Mecari atau diam dengan seribu bahasa?”.

Sedikit dari yang penulis rasakan. Mengapa diperkuliahan sangat minim mendapatkan motivasi, dorongan, nasehat, wejangan – wejangan dari para dosen. Oke, mungkin dosen menganggap sudah tak perlu lagi diberi hal yang semacam itu, dengan alasan kata “Mahasiswa” yang disandang. Padahal mahasiswa adalah masa peralihan untuk lebih dekat dengan bagaimana merasakan kehidupan yang lebih nyata. Dorongan, motivasi, dan nasehat itu masih perlu disisipkan, mungkin memang kuantitasnya dikurangi, tak sebanyak masa remaja. Karena mahasiswa juga bagian dari pemuda penerus bangsa yang moral mereka harus diluruskan atau bahkan diperbaiki.

Bagaimanakah seharusnya pemuda kini mengorientasikan cara berfikir mereka?. Seharusnya pemuda sekarang memadukan ilmu agama yang penuh dengan nutrisi moral yang baik dengan ilmu dunia untuk mencapai segala obsesi – obsesi dunia mereka. Keseimbangan akan terpenuhi saat moral sehat mendukung ilmu keduniaan yang tengah diemban. Perilaku – perilakunya pun juga pasti berbeda. Tak akan pernah ada lagi kata individualis, anarkis, sex bebas, foya – foya. Yang ada hanya kata kebahagiaan bersama. Semua saling memiiki, saling membantu, dan  gotong royong. Seperti tujuan yang ada dalam pembukaan UUD 45 dan pancasila sebagai dasar Negara. Pemuda seperti itulah yang seharusnya ada. Karena pemuda kini pasti akan menjadi pemimpin Negara Indonesia dimasa datang. Dan kesejahteraan Negara Indonesia dimasa datang ada ditangan pemuda di masa kini. Itu bukan beban tapi itu tanggung jawab seorang Pemuda masa kini. 

Untuk para pemuda negeri yang kaya ini, berperilakulah layaknya seorang pemuda dengan jiwa nasionalis yang selalu terbakar. Orientasikan segala apa yang tengah diemban sekarang hanya untuk negeri tercinta Indonesia. Negeri ini butuh sosok pemimpin yang moral hatinya terpenuhi nutrisi dan gizinya. Jayalah pemuda Indonesia dan jayalah negriku Indonesia.


Oleh :
Febriarum Rohmatul Hasanah
NRP : 13.04.016
1F STKS BANDUNG





Tidak ada komentar:

Posting Komentar