Dago Pojok 6/161C Bandung Jawa Barat,
Di postingan ke seratus Blog terkasih ini penulis ingin mengungkapkan rasa kekaguman akan sosok. Siapakah sosok itu? sosok itu adalah mereka semua yang berada disana.
Betapa mereka telah kembali menghujam, dan membuka kedua belah mata hati untuk setidaknya lebih dekat dengan sebuah kata yang sebenarnya sering orang - orang melontarkan ini semua.
B A H A G I A...
Mereka semua mengajariku kebahagiaan yang lebih dari sekadar kata indah. Mereka melatih kepekaan hati yang dititipkan oleh Allah ini.
Aku belajar dari apa yang mereka perjuangan mereka
Aku belajar dari apa yang mereka telah dan sedang fikirkan
Aku belajar dari apa yang mereka berikan
Aku belajar dari apa yang mereka dedikasikan
Aku belajar dari apa yang telah terjadi dalam kehidupan mereka
Aku belajar dari keihklasan mereka
Bukan melulu masalah MATERI, tapi masalah DIRI
Dan dari belajar - belajar itu aku semakin mengenal dan memahami. Seperti apakah sosok yang akan terus memberikan kenangan indah yang membekas dan tak kan pernah terhapuskan. Terus terukir dalam benak jiwa setiap jiwa yang melihat ketika sebuah nama tertoreh dan ditancapkan di akhir umur yang telah Allah tetapkan.Di Bumi Allah tercinta.
Bagaimana sebuah nama "Febriarum Rohmatul Hasanah" akan menjadi?
Terimakasih untuk mereka yang disana.
Save Street Child Bandung, We care we share with
Dedication Responsibility Education Attitude Motivation
Minggu, 03 November 2013
Jumat, 01 November 2013
PEMUDA KINI
Pemuda sejatinya adalah penerus bangsa . Pengganti tahta kenegaraan, pemimpin dalam segala aspek kehidupan untuk beberapa tahun kedepan. Sebagai presiden, mentri, gubernur, bupati, kepala desa atau bahkan kepala keluarga. Menjadi seorang kepala keluarga bukan menjadi sesuatu hal yang luar biasa. Bukan se- wah presiden dan jajaranya yang setiap saat tersorot kamera media massa. Namun dari sosok pemimpin keluarga itulah kontribusi terbesar kesejahteraan negeri ini bertumpu. Karena objek dari segala rencana pemimpin pusat adalah setiap jiwa yang ada didalam keluarga. Semua pastinya akan beregenerasi dengan segala SDM yang dibawa dan dimiliki. Dan mari kita membuka mata dan sejenak berfikir kedepan setelah melihat bagaimana pemuda – pemuda masa kini. Mungkin mereka adalah saudara, teman, adik, cucu atau bahkan kita sendiri.
Bagaimana
kacamata Anda melihat pemuda di masa kini?. Kalimat pertama yang terbesit
difikiran mungkin ”Ada apa dengan moral mereka, sang penerus bangsa?”. Degradasi
moral lebih tepatnya. Moral berkaitan erat dengan etika, perilaku, keadaan hati
dan jiwa mereka. Apakah hati dan jiwa mereka sedang “sehat” ataukah “sakit”?.
Moral yang sekarang tengah dibawa disetiap jutaan pemuda negri ini pastinya
berorientasi kepada apa yang mereka lakukan. Hal – hal apa yang menjadi
prioritas mereka dari sekian banyak pilihan “aturan” hidup dimasa muda mereka.
Kemanakah hati yang mereka miliki menuntun untuk menentukan arah melangkah.
Mudah saja sebenarnya bagaimana cara melihatnya. Kalau hati mereka sedang “sehat”
ke hal – hal positiflah mereka berlari, dan sebaliknya ketika hati mereka
sedang “sakit”. Dan bagaimana fakta di lapangan?. Pasti kita mengerti, karena
hal positif dan negatif tidak bersifat relatif.
Pemuda
dengan jiwa yang “sehat” dimasa kini menjadi
sosok kaum marginal. Mereka yang “sehat” tertutupi oleh mereka yang “sakit”
yang kini bercokol menjadi kaum mayoritas. Tak heran jika masyarakat pada
umumnya menilai dengan segala fikiran – fikiran negatif, jika disodorkan
pertanyaan “bagaimana pemuda Indonesia saat ini?”. Anarkis, individualis, frontal, sex bebas,
foya – foya, dan segala kecaman negative lainya. Memang benar semua itu bisa
terlihat jelas. Tak perlu lagi melakukan penelitian ilmiah untuk melihatnya,
cukup dengan “melirik” suguhan - suguhan
berita media massa. Mulai dari televisi, koran,
majalah, dan apalah yang sekaum dengan mereka. Itu lebih dari sekadar kata cukup. Mengapa
hal itu bisa terjadi?. Pertanyaan inilah yang sering muncul, dan hanya muncul
tapi enggan berfikir dan bertindak untuk menemukan titik penyelesaian.
Coba kita fokuskan
sorot kembali ke degradasi moral. Gambaran awalnya, bagaimana keadaan tubuh seseorang jika kekurangan asupan gizi
dan nutrisi. Sakit dan abnormal, mungkin itu jawaban terbanyak yang akan
terlontarkan. Ada sistem yang seharusnya berfungsi dengan baik menjadi kurang
optimal bekerjanya, atau malah sama sekali tidak berfungsi. Kaku dan tidak bisa
digerakkan. Terus apa bedanya dengan robot yang hanya bisa digerakkan orang
lain. Dan cobalah gambaran tubuh di atas kita orientasikan kedalam keadaan hati
setiap individu. Jangan lupa bahwa hati
lebih dari sekadar kata tubuh. Karena
hatilah sejatinya yang menjalankan tubuh, bahkan juga otak yang sering kita gunakan
untuk berfikir.
Yah,
nutrisi dan gizi untuk hati dimasa kini tak lagi diperdulikan. Hanya ilmu –
ilmu duniawi yang menjadi prioritas mereka yang menjadi kaum mayoritas. Mereka
mengukur masa depan hanya sebatas sampai bagaimana aku setelah lulus
pendidikan, bukan bagaimana aku setelah kematian waktunya tiba merenggut. Itu masih
mending mau berfikir untuk masa depan keduniaan mereka. Kalau kita lihat
sekarang, malah banyak pemuda yang enggan memikirkan masa depan jangka pendek
apalagi jangka panjang. Ini masih pemuda yang beruntung bisa mengenyam bangku
pendidikan formal, bagaimana yang tidak? Kemanakah mereka melangkahkan kaki
muda dan kokoh itu?. Bagaimana keadaan pemuda mayoritas yang tidak bisa bersekolah.
Mencoba
menarik kembali benang merah dari kata MORAL. Coba saja moral mereka sehat, pasti
tak akan tergoda dengan hal – hal seperti itu. Coba saja mereka tidak
terfokuskan hanya pada satu titik yang namanya kebahagiaan dunia. Terlepas dari memihak pilihan beragama setiap
individu pemuda Indonesia. Entah pemuda itu muslim atau non muslim. Setiap
agama pasti mengajarkan kebaikan. Nah, nutrisi dan gizi terbesar untuk hati itu
sebenarnya terletak dalam aturan – aturan yang ada didalam setiap agama yang
telah menjadi pilihan, pasti. Contohnya dalam Islam, sebenarnya semua masalah –
masalah yang terjadi dalam setiap jiwa muslim , solusinya ada dalam Al – Qur’an
kitab agama Islam. Agama menyelesaikan semua masalah dengan titik pertama yang
dituju pasti “Hati”. Dan begitu pula dengan agama lain. Hanya caranya saja yang
berbeda.
Semakin
miris ketika melihat fakta yang terjadi di kampus tercinta, mungkin juga di
kampus – kampus lain. Mata kuliah Pendidikan Agama hanya ada pada tingkat satu
perkuliahan, atau hanya ada di semester 1 dan semester 2 dari delapan semester
yang akan dihadapi. Nah, sisa enam semester ini adalah masa yang sebenarnya sangat
krusial. Semakin besar beban yang akan di emban, semakin pelik permasalahan
yang akan dihadapi. Kekosongan nutrisi ini siapa yang mengisi?. Iya buat mereka
yang peka hatinya pasti lari kesana- sini untuk mencari tempat dimana nutrisi
dan gizi hati masih bisa terpenuhi. Nah yang tidak bagaimana?. Pertanyaan yang
mudah jawabanya, “lebih banyak yang mana? Mecari atau diam dengan seribu bahasa?”.
Sedikit dari
yang penulis rasakan. Mengapa diperkuliahan sangat minim mendapatkan motivasi,
dorongan, nasehat, wejangan – wejangan dari para dosen. Oke, mungkin dosen
menganggap sudah tak perlu lagi diberi hal yang semacam itu, dengan alasan kata
“Mahasiswa” yang disandang. Padahal mahasiswa adalah masa peralihan untuk lebih
dekat dengan bagaimana merasakan kehidupan yang lebih nyata. Dorongan,
motivasi, dan nasehat itu masih perlu disisipkan, mungkin memang kuantitasnya
dikurangi, tak sebanyak masa remaja. Karena mahasiswa juga bagian dari pemuda
penerus bangsa yang moral mereka harus diluruskan atau bahkan diperbaiki.
Bagaimanakah
seharusnya pemuda kini mengorientasikan cara berfikir mereka?. Seharusnya
pemuda sekarang memadukan ilmu agama yang penuh dengan nutrisi moral yang baik
dengan ilmu dunia untuk mencapai segala obsesi – obsesi dunia mereka.
Keseimbangan akan terpenuhi saat moral sehat mendukung ilmu keduniaan yang
tengah diemban. Perilaku – perilakunya pun juga pasti berbeda. Tak akan pernah
ada lagi kata individualis, anarkis, sex bebas, foya – foya. Yang ada hanya
kata kebahagiaan bersama. Semua saling memiiki, saling membantu, dan gotong royong. Seperti tujuan yang ada dalam
pembukaan UUD 45 dan pancasila sebagai dasar Negara. Pemuda seperti itulah yang
seharusnya ada. Karena pemuda kini pasti akan menjadi pemimpin Negara Indonesia
dimasa datang. Dan kesejahteraan Negara Indonesia dimasa datang ada ditangan
pemuda di masa kini. Itu bukan beban tapi itu tanggung jawab seorang Pemuda masa
kini.
Untuk para
pemuda negeri yang kaya ini, berperilakulah layaknya seorang pemuda dengan jiwa
nasionalis yang selalu terbakar. Orientasikan segala apa yang tengah diemban
sekarang hanya untuk negeri tercinta Indonesia. Negeri ini butuh sosok pemimpin
yang moral hatinya terpenuhi nutrisi dan gizinya. Jayalah pemuda Indonesia dan jayalah
negriku Indonesia.
Oleh :
Febriarum Rohmatul Hasanah
NRP : 13.04.016
1F STKS BANDUNG
Langganan:
Postingan (Atom)
Minggu, 03 November 2013
K A G U M #sosok
Dago Pojok 6/161C Bandung Jawa Barat,
Di postingan ke seratus Blog terkasih ini penulis ingin mengungkapkan rasa kekaguman akan sosok. Siapakah sosok itu? sosok itu adalah mereka semua yang berada disana.
Betapa mereka telah kembali menghujam, dan membuka kedua belah mata hati untuk setidaknya lebih dekat dengan sebuah kata yang sebenarnya sering orang - orang melontarkan ini semua.
B A H A G I A...
Mereka semua mengajariku kebahagiaan yang lebih dari sekadar kata indah. Mereka melatih kepekaan hati yang dititipkan oleh Allah ini.
Aku belajar dari apa yang mereka perjuangan mereka
Aku belajar dari apa yang mereka telah dan sedang fikirkan
Aku belajar dari apa yang mereka berikan
Aku belajar dari apa yang mereka dedikasikan
Aku belajar dari apa yang telah terjadi dalam kehidupan mereka
Aku belajar dari keihklasan mereka
Bukan melulu masalah MATERI, tapi masalah DIRI
Dan dari belajar - belajar itu aku semakin mengenal dan memahami. Seperti apakah sosok yang akan terus memberikan kenangan indah yang membekas dan tak kan pernah terhapuskan. Terus terukir dalam benak jiwa setiap jiwa yang melihat ketika sebuah nama tertoreh dan ditancapkan di akhir umur yang telah Allah tetapkan.Di Bumi Allah tercinta.
Bagaimana sebuah nama "Febriarum Rohmatul Hasanah" akan menjadi?
Terimakasih untuk mereka yang disana.
Save Street Child Bandung, We care we share with
Dedication Responsibility Education Attitude Motivation
Di postingan ke seratus Blog terkasih ini penulis ingin mengungkapkan rasa kekaguman akan sosok. Siapakah sosok itu? sosok itu adalah mereka semua yang berada disana.
Betapa mereka telah kembali menghujam, dan membuka kedua belah mata hati untuk setidaknya lebih dekat dengan sebuah kata yang sebenarnya sering orang - orang melontarkan ini semua.
B A H A G I A...
Mereka semua mengajariku kebahagiaan yang lebih dari sekadar kata indah. Mereka melatih kepekaan hati yang dititipkan oleh Allah ini.
Aku belajar dari apa yang mereka perjuangan mereka
Aku belajar dari apa yang mereka telah dan sedang fikirkan
Aku belajar dari apa yang mereka berikan
Aku belajar dari apa yang mereka dedikasikan
Aku belajar dari apa yang telah terjadi dalam kehidupan mereka
Aku belajar dari keihklasan mereka
Bukan melulu masalah MATERI, tapi masalah DIRI
Dan dari belajar - belajar itu aku semakin mengenal dan memahami. Seperti apakah sosok yang akan terus memberikan kenangan indah yang membekas dan tak kan pernah terhapuskan. Terus terukir dalam benak jiwa setiap jiwa yang melihat ketika sebuah nama tertoreh dan ditancapkan di akhir umur yang telah Allah tetapkan.Di Bumi Allah tercinta.
Bagaimana sebuah nama "Febriarum Rohmatul Hasanah" akan menjadi?
Terimakasih untuk mereka yang disana.
Save Street Child Bandung, We care we share with
Dedication Responsibility Education Attitude Motivation
Jumat, 01 November 2013
PEMUDA KINI
Pemuda sejatinya adalah penerus bangsa . Pengganti tahta kenegaraan, pemimpin dalam segala aspek kehidupan untuk beberapa tahun kedepan. Sebagai presiden, mentri, gubernur, bupati, kepala desa atau bahkan kepala keluarga. Menjadi seorang kepala keluarga bukan menjadi sesuatu hal yang luar biasa. Bukan se- wah presiden dan jajaranya yang setiap saat tersorot kamera media massa. Namun dari sosok pemimpin keluarga itulah kontribusi terbesar kesejahteraan negeri ini bertumpu. Karena objek dari segala rencana pemimpin pusat adalah setiap jiwa yang ada didalam keluarga. Semua pastinya akan beregenerasi dengan segala SDM yang dibawa dan dimiliki. Dan mari kita membuka mata dan sejenak berfikir kedepan setelah melihat bagaimana pemuda – pemuda masa kini. Mungkin mereka adalah saudara, teman, adik, cucu atau bahkan kita sendiri.
Bagaimana
kacamata Anda melihat pemuda di masa kini?. Kalimat pertama yang terbesit
difikiran mungkin ”Ada apa dengan moral mereka, sang penerus bangsa?”. Degradasi
moral lebih tepatnya. Moral berkaitan erat dengan etika, perilaku, keadaan hati
dan jiwa mereka. Apakah hati dan jiwa mereka sedang “sehat” ataukah “sakit”?.
Moral yang sekarang tengah dibawa disetiap jutaan pemuda negri ini pastinya
berorientasi kepada apa yang mereka lakukan. Hal – hal apa yang menjadi
prioritas mereka dari sekian banyak pilihan “aturan” hidup dimasa muda mereka.
Kemanakah hati yang mereka miliki menuntun untuk menentukan arah melangkah.
Mudah saja sebenarnya bagaimana cara melihatnya. Kalau hati mereka sedang “sehat”
ke hal – hal positiflah mereka berlari, dan sebaliknya ketika hati mereka
sedang “sakit”. Dan bagaimana fakta di lapangan?. Pasti kita mengerti, karena
hal positif dan negatif tidak bersifat relatif.
Pemuda
dengan jiwa yang “sehat” dimasa kini menjadi
sosok kaum marginal. Mereka yang “sehat” tertutupi oleh mereka yang “sakit”
yang kini bercokol menjadi kaum mayoritas. Tak heran jika masyarakat pada
umumnya menilai dengan segala fikiran – fikiran negatif, jika disodorkan
pertanyaan “bagaimana pemuda Indonesia saat ini?”. Anarkis, individualis, frontal, sex bebas,
foya – foya, dan segala kecaman negative lainya. Memang benar semua itu bisa
terlihat jelas. Tak perlu lagi melakukan penelitian ilmiah untuk melihatnya,
cukup dengan “melirik” suguhan - suguhan
berita media massa. Mulai dari televisi, koran,
majalah, dan apalah yang sekaum dengan mereka. Itu lebih dari sekadar kata cukup. Mengapa
hal itu bisa terjadi?. Pertanyaan inilah yang sering muncul, dan hanya muncul
tapi enggan berfikir dan bertindak untuk menemukan titik penyelesaian.
Coba kita fokuskan
sorot kembali ke degradasi moral. Gambaran awalnya, bagaimana keadaan tubuh seseorang jika kekurangan asupan gizi
dan nutrisi. Sakit dan abnormal, mungkin itu jawaban terbanyak yang akan
terlontarkan. Ada sistem yang seharusnya berfungsi dengan baik menjadi kurang
optimal bekerjanya, atau malah sama sekali tidak berfungsi. Kaku dan tidak bisa
digerakkan. Terus apa bedanya dengan robot yang hanya bisa digerakkan orang
lain. Dan cobalah gambaran tubuh di atas kita orientasikan kedalam keadaan hati
setiap individu. Jangan lupa bahwa hati
lebih dari sekadar kata tubuh. Karena
hatilah sejatinya yang menjalankan tubuh, bahkan juga otak yang sering kita gunakan
untuk berfikir.
Yah,
nutrisi dan gizi untuk hati dimasa kini tak lagi diperdulikan. Hanya ilmu –
ilmu duniawi yang menjadi prioritas mereka yang menjadi kaum mayoritas. Mereka
mengukur masa depan hanya sebatas sampai bagaimana aku setelah lulus
pendidikan, bukan bagaimana aku setelah kematian waktunya tiba merenggut. Itu masih
mending mau berfikir untuk masa depan keduniaan mereka. Kalau kita lihat
sekarang, malah banyak pemuda yang enggan memikirkan masa depan jangka pendek
apalagi jangka panjang. Ini masih pemuda yang beruntung bisa mengenyam bangku
pendidikan formal, bagaimana yang tidak? Kemanakah mereka melangkahkan kaki
muda dan kokoh itu?. Bagaimana keadaan pemuda mayoritas yang tidak bisa bersekolah.
Mencoba
menarik kembali benang merah dari kata MORAL. Coba saja moral mereka sehat, pasti
tak akan tergoda dengan hal – hal seperti itu. Coba saja mereka tidak
terfokuskan hanya pada satu titik yang namanya kebahagiaan dunia. Terlepas dari memihak pilihan beragama setiap
individu pemuda Indonesia. Entah pemuda itu muslim atau non muslim. Setiap
agama pasti mengajarkan kebaikan. Nah, nutrisi dan gizi terbesar untuk hati itu
sebenarnya terletak dalam aturan – aturan yang ada didalam setiap agama yang
telah menjadi pilihan, pasti. Contohnya dalam Islam, sebenarnya semua masalah –
masalah yang terjadi dalam setiap jiwa muslim , solusinya ada dalam Al – Qur’an
kitab agama Islam. Agama menyelesaikan semua masalah dengan titik pertama yang
dituju pasti “Hati”. Dan begitu pula dengan agama lain. Hanya caranya saja yang
berbeda.
Semakin
miris ketika melihat fakta yang terjadi di kampus tercinta, mungkin juga di
kampus – kampus lain. Mata kuliah Pendidikan Agama hanya ada pada tingkat satu
perkuliahan, atau hanya ada di semester 1 dan semester 2 dari delapan semester
yang akan dihadapi. Nah, sisa enam semester ini adalah masa yang sebenarnya sangat
krusial. Semakin besar beban yang akan di emban, semakin pelik permasalahan
yang akan dihadapi. Kekosongan nutrisi ini siapa yang mengisi?. Iya buat mereka
yang peka hatinya pasti lari kesana- sini untuk mencari tempat dimana nutrisi
dan gizi hati masih bisa terpenuhi. Nah yang tidak bagaimana?. Pertanyaan yang
mudah jawabanya, “lebih banyak yang mana? Mecari atau diam dengan seribu bahasa?”.
Sedikit dari
yang penulis rasakan. Mengapa diperkuliahan sangat minim mendapatkan motivasi,
dorongan, nasehat, wejangan – wejangan dari para dosen. Oke, mungkin dosen
menganggap sudah tak perlu lagi diberi hal yang semacam itu, dengan alasan kata
“Mahasiswa” yang disandang. Padahal mahasiswa adalah masa peralihan untuk lebih
dekat dengan bagaimana merasakan kehidupan yang lebih nyata. Dorongan,
motivasi, dan nasehat itu masih perlu disisipkan, mungkin memang kuantitasnya
dikurangi, tak sebanyak masa remaja. Karena mahasiswa juga bagian dari pemuda
penerus bangsa yang moral mereka harus diluruskan atau bahkan diperbaiki.
Bagaimanakah
seharusnya pemuda kini mengorientasikan cara berfikir mereka?. Seharusnya
pemuda sekarang memadukan ilmu agama yang penuh dengan nutrisi moral yang baik
dengan ilmu dunia untuk mencapai segala obsesi – obsesi dunia mereka.
Keseimbangan akan terpenuhi saat moral sehat mendukung ilmu keduniaan yang
tengah diemban. Perilaku – perilakunya pun juga pasti berbeda. Tak akan pernah
ada lagi kata individualis, anarkis, sex bebas, foya – foya. Yang ada hanya
kata kebahagiaan bersama. Semua saling memiiki, saling membantu, dan gotong royong. Seperti tujuan yang ada dalam
pembukaan UUD 45 dan pancasila sebagai dasar Negara. Pemuda seperti itulah yang
seharusnya ada. Karena pemuda kini pasti akan menjadi pemimpin Negara Indonesia
dimasa datang. Dan kesejahteraan Negara Indonesia dimasa datang ada ditangan
pemuda di masa kini. Itu bukan beban tapi itu tanggung jawab seorang Pemuda masa
kini.
Untuk para
pemuda negeri yang kaya ini, berperilakulah layaknya seorang pemuda dengan jiwa
nasionalis yang selalu terbakar. Orientasikan segala apa yang tengah diemban
sekarang hanya untuk negeri tercinta Indonesia. Negeri ini butuh sosok pemimpin
yang moral hatinya terpenuhi nutrisi dan gizinya. Jayalah pemuda Indonesia dan jayalah
negriku Indonesia.
Oleh :
Febriarum Rohmatul Hasanah
NRP : 13.04.016
1F STKS BANDUNG
Langganan:
Postingan (Atom)